Kamis, 19 Desember 2019

Pernah Melihatmu

Rasa yang tidak bisa terprosakan
cukup beberapa jam aku mengenalmu
sesingkat itu bisa tertanam rasa cinta

Katamu: "Aku pernah melihatmu, tapi kapan?" 

Aku hanya bisa menghubungkan setiap kejadian

Terkadang pertemuan terjadi ketika kita saling acuhkan diri 
Seperti jalan yang hanya dilewati saja
tanpa ada tujuan 

Pertemuan yang singkat ini 
menjadi alasanku untuk lebih mengenalkan luasnya dunia

Nada suaramu yang mengundang angin topan
Gestur tubuhmu yang menyambungkan gelombang itu
Tatapan matamu yang menjadi arah tujuanku. 

ah, sesingkat itu aku mengenalmu
rasanya tak mungkin bisa terjadi. 
namun aku tak bisa melawan takdir. 

Sakambangan, 28 Juli 2019

Senin, 06 Februari 2017

Mencari Tuhan dalam Roko

Tuhan Rokokku?

Apakah engkau pernah siggah di rokokku ini, aku pernah berjumpa dengan-Mu dalam makna rokok ini semua, mungkin itu hanya intuisi ku atau Aku bilang ini adalah alasanku untuk merokok lebih nikmat lagi, Aku tidak tahu Tuhan, apakah selama ini yang Aku maksudkan atas semua hobiku ini menjadikanku tenggelam dalam kegilaan cintaku terhadap-Mu, tapi inikah yang dinamakan cinta?

Oh tak mungkin diriku merasakan cinta kepada-Mu, karena semua cinta butuh dengan pengorbanan, begitu kata para pemabuk cinta. Bolehkah aku memaknaimu bahwa engkau berwujud dalam rokokku ini, oh mungkin sifat-Mu Tuhan yang telah ada dalam kesejatian rokokku ini.
Aku tak mungkin menghisap ini tanpa ada campur tangan dari-Mu, oh Tuhan. Aku ingat, sangat ingat saat aku membeli rokok aku sama sekali tak memaksa kepada sipendagang untuk meminta dengan asapnya apalagi dengan sekarnya, aku tak meminta Tuhan. Tapi kenapa Engkau hadirkan asap dan sekar itu dalam rokok tatkala aku membakarnya dengan sedikit fatamorgana api yang kunyalakan. Hadirlah keduanya itu tatkala aku mengundang dengan ujung api yang tak kelihatan panasnya. Lalu aku menghisapnya dengan kenikmatan tubuh, aku sebarkan semua asap itu keseluruh pikiranku yang sedang risau, saat aku hembuskan nafasku melewati mulutku, keluarlah asap itu. Ternyata masiih ada asap yang tersisa dalam mulutku itu, terbanglah sudah asap itu kemana ia ingin mengikuti angin dan jalan yang ia tuju, aku perhatikan dengan sabar tarian-tarian asap itu, tetapi aku tidak tau kemana tujuan akhir dari pada asap itu. Kenapa asap itu hanya beberapa detik saja bisa hilang dengan menghilangkan jejaknya? Kemana Tuhan dia bakal pergi? Engkau maha tahu, Tuhan? Pasti Engkau mengetahuinya kemana  tujuan mereka.

Oh Tuhan rasanya aku ingin menyaksikan kembali dan merasakan asap  rokok yang aku hisap itu, ku ulang secara terus menerus. Tapi, Tuhan , Engkau tak juga menunjukan dan memberi tahuku kemana dia pergi, kemana tujuan mereka? Mereka hanya meninggalkan sekar dan kuntung rokok yang tersisa dalam asbak. Aku tak memaksa agar rokok itu keluar asap, aku tak memaksa rokok itu harus aku sisakan, dan aku tak memaksa sekar itu hadir dan menemani rokok yang tersisa(puntung). Kenapa Tuhan dia begitu sabar ketika aku membakarnya dengan api, padahal api itu panas? Walaupun dia terbakar tubuhnya, tapi ia rela di bakar oleh api itu. Tetapi, dengan kesabarannya dia menemukan kesejatian dirinya dalam sisa-sisa kesempatannya yakni dia berubah menjadi puntung. Setelah ia dapat merubah dirinya dia selamanya nyaman dan bahagia menjadi puntung, walaupun dia tidak bernilai dihadapan teman-temannya malahan tuannya hanya membiarkan saja. Dia woles-woles saja menghadapi hidup ini. Seakan dia adalah seorang yang maqbul tak masyhur.

Mungkin itu semua maksud Engkau , Tuhan. Engkau masuk kedalam rokok itu, lalu menjadi umpan otakku untuk memikirkannya.

Aku tak bisa menemuka diriku hari ini!

Begitu pentingnnya kehidupan bagi silumut yang hidup dengan apa adanya, dimana dia ada kesempatan dia selalu berlari dan berusaha hidup walaupun disela-sela yang tak mungkin dia hidup, tetapi dia selalu bersuha memanfaatkan dirinya untuk selalu hidup dengan damai, di tembokkah, digentengkah, atau dimana saja dia hidup, baik tidaknya tempat itu, terlihat atau tidaknya oleh makhluk lain dia tidak mempedulikan hidupnya. Dimana ada kesempatan ia hidup, hiduplah ia.
Tuhan, maafkanlah aku, karena hari ini aku tak menemukan diriku sediri, bagaimana diriku bisa menarik hikmah dari sebuah kehidupan tumbuhan lumut. Diriku hidup dengan kehidupan yang sebagaimana aku merasakan bagaikan teh manis yang manis dalam merasakan hidup ini, tatkala orang lain meminumnya tak menyisakan setetespun dalam hidup ini, tak ada artinya bagiku hidup ini. Aku yakin   ini semua adalah kelalaianku dalam menyikapi hidupku ini.

Aku belum mengerti dengan kehidupanku hari ini, kemana diriku itu pergi? Kapan dia akan datang menyapaku dengan kebahagiaan yang hakiki? Aku masih kalah dengan silumut, aku masih kalah dengan rokokku,  dan aku masih kalah dengan dunia disekitarku. Kemanakah makna dari surat al-baqarah ayat 30 itu”... sebagai khlaifah itu” sedangkan aku selalu menempatkan diriku sebagai budak dari alam ini.
Tuhan, maafkanlah aku yang lemah ini.  Aku tak bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi diriku dan diluar diriku.
Tuhan, maafkanlah aku, karena aku belum bisa memaafkan diriku dan diluar diriku.

Sepertinya aku harus mengaplikasikan apa yang telah ditulis oleh guruku yakni Dr. Bambang Q-Anees dengan bukunya Maulana, atau lebih dikenal dengan Kitab Maulana, didalam bukunya dengan memaknai dari  menyarankan untuk melihat, membaca, dan mendengarkan lalu menghubungkan dari ketiga itu.

Aku harus menulis Tuhan?
Aku takut akan sebuah tulisanku yang hanya bisa membuat lebih menderita kehidupanku.

Naik Turunnya Kebaikan

Sudah menjadi sebuah jalannya yang harus aku gali kembali mengenai ekspektasi diriku ini. Sebuah perjalanan yang sudah lama tertunda dalam sebuah noktah perjalanan.

Hari ini adalah hari yang dipersiapkan untuk mengawali sebuah harapan atau langkah awal untuk menyambut sebuah harapan yang tertunda, izinkan Aku untuk menghampirinya! Setiap detik yang diawali dalam goresan tinta yang tersisa dalam lamunanku membuat diriku terlena dan tersiksa. Merasa diriku disiksa dengan kata-kata ku sendiri yang pernah Aku tanam semenjak aku masuk keperguruan tinggi. Salahkah Aku, karena aku memulai kembali sebuah harapan yang dulu pernah terucap. Rasa kangen yang menyerang diriku setiap waktu, menyebabkanku terpukul akan semua yang pernah aku lakukan.

Teruntuk diriku yang hanya membongkar sebuah harapan tetapi ketika Tuhan mempertemukan sebuah jalan malah diriku membiarkannya.
Bagaimana aku harus mengawali kehidupan ini dengan sebaik-baiknya hidup, Ya Rosulalloh disini umatmu sedang merindukan pelukanmu, disini umatmu sedang kebingungan mencari jati diri. Bagaimana aku menghadapinya yaa Rosulalloh? Setiap hari aku hanya menyesal dan menyesal namun diriku belum bisa melakukan penyesalanku ini dan memperbaikinya. Tuhan betapa hina dina diriku ini yang hanya berbuat kerusakan dimuka bumimu ini.

Disaat seorang sedang enak-enaknya merasakan kebahagian yang sangat, waktu itu juga aku merasakan yang bertolak belakang dengan mereka, bukan aku yang memanfaatkan sebuah kebahagian itu dengan sesuatu yang sangat membahagiakan malah aku perbuat untuk semakin menderita.

Oh Tuhan maafkanlah Aku...

Setiap hari aku selalu dirindukan kpenderitaan, mungkin aku kurang tepat untuk memberika sebuah kata penderitaan yangsedang menimpa diriku. Aku ingin menerimanya dengan keikhlasan hatiku untuk bisa menerima apa yang sedang aku alami ini. Waktu sudah memberikanku kesadaran untuk meneruskan perjalananku di kota pengetahuan ini, aku sudah membuatkan sebuah ilusi dalam keseharianku. Agar aku terus berlari dalam alunan naik turunnya nada kehidupan.
Banyak sekali perkara yang aku keluhkan kepada Tuhanku dan tuhanku yang berada dibumi ini.

Hari ke-2......

Wahai tuanku aku gagal menikmati hari ini, karena kehidupan hari ini membuatku ni’mat dalam kedustaan, aku hiasi kehidupan hari ini hanya dengan sebuah kebahagiaan yang penuh kebohongan, aku tau itu adalah sebuah kebahagiaan yang sementara dan memang  tidak ada sama sekali jejak kebahagiaan itu, karena kebahagian yang aku dapatkan hari ini adalah sebuah kebahagiaan yang dibuat-buat dan dapat menjerumuskanku kedalam kegelapan, kebahagiaan ini menjauhkan aku dari pelukanmu. Aku sedang nyaman-nyamannya berada dalam dekapan pelukan-Mu wahai Tuanku. Aku malu dengan diriku ini.

Hari ini adalah sebuah hari kebahagiaan yang harus saya tinggalkan dan memang sangat benar-benar harus saya tinggalkan dengan tidak mengulanginya kembali, hari ini adalah hari yang begitu menyiksaku padahal aku yang membuatnya tersiksa. Kadangkala aku menyalahkan luar dari padaku, aku yang selalu tak bisa menjaga diriku dari kebahagiaan yang dusta itu, Tuanku peliharalah diriku ini wahai Tuan. Jangan sekali-kali Engkau bosan terhadap permintaan ku agar mendapatkan ampunan darimu .

Hari ke-3....

Wahai Tuan, aku sedang menikmati hasil alam yang telah engkau berikan kepada semua makhluk, apakah kenikmatan yang aku rasakan ini akan berkah?

Aku tidak tau Tuanku. Aku ingin sekali keluar dan mencari kebarokahan dalam kesehariannku, untuk selalu mengambil keberkahan dalam setiap untaian kata-kata setiap yang maknawi.

Setiap hari aku selalu bercumbu dengan sebuah pasangan yang appabula itu selalu hadir dan tidak kurang satupun, aku merasakan kedamaian dalam hidup ini, namun diriku masih terpokus dalam sebuah pasangan itu, aku belum memberikan sebuah usaha yang maksimal untuk aku satu padukan dengan sebuah keistimewaan dalam kehidupankku.
Tuanku, apakah Engkau akan mengijinkanku untuk bertamu kenegeri orang?

Aku ingin sekali sebuah pasangan ini selalu menemaniku untuk menunjukan dan mendukungkungku dalam perjuanganku. Aku ingin sekali sebuah pasangan itu selalu menghadirkan sebuah kedamaian dan kesemangatan. Kemjuan atas diriku, Aku mau sebuah pasangan itu mjenjadi saksi atas kehadiranku yang hadir di dunia ini, aku tak mau diriku absen dakam keseharianku, aku tak mau rangkaian sebuah sejarah yang aku buat menjadi akhir  yang sulit terakui.

Tuanku, relakah ucapan-Mu menjadi tambahan atas temanku yang sebuah pasangan itu, Aku ingin membawanya dan melibatkan dalam keseharian hidupku sekarang ini. Aku sedang mencari noktah mutiara-Mu yang siap denga keseharianku.

Ditempat manakah aku harus menjemputkan wahai Tuan? Dimanakah aku harus memperjuangkannya? Aku belum merasakan kerelaan atas temanku sebelum aku bertemu dengannya dan akan selalu menemaniku dan takakan terpisahkan, sampai aku merasakan kenyamanan yang sangat luar biasa dengan-Mu wahai Tuanku.

Baru setengah langkah aku berangkat untuk menemuinya, semoga Engkau selalu memberikankeistiqomahan kepadaku.
Wahai Tuanku, ketika aku sedang memperjuangkannya. Aku titipkankepadamu untuk mutiara-mutiaraku yang sedang berjuang untuk memperbanyak diri dan menyatu untuk datang kepada-Mu. Aku titipkan mereka kepada-Mu wahai Tuanku. Aku ingat kepadanya tatkala aku mencapai kegagalan di tengah-tengah perjalananku ini, namun aku berharap agar aku ingat kepadanya tatkala aku berada dipenghujung puncak perjalananku ini.

Wahai Tuanku, panggilanmu selalu tedengan olehku, namun aku belum bisa memenuhi semua panggilan-Mu dengan tepat waktu, aku selalu belum bisa berhidmah kepada-Mu wahai Tuanku. Aku masih menjadi budakmu yang bengal. Izinkanlah aku menikmatinya dalam waktu yang singkat, dan sisanya aku sangat berharap kepadamu agar aku mencapai kenikmatan yang hakiki.